Powered By Blogger

Selasa, 30 Oktober 2012

Filsafat Pendidikan

“PENERAPAN FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN INDONESIA”
Oleh : Yenni Ratna Purwati
NIM : 1103110001
Program Studi Pendidikan Biologi 2011 A

Kata filsafat berasal dari perkataan Yunani yaitu philos (suka, cinta) dan sophia (kebijaksanaan). Jadi, kata itu berarti cinta terhadap kebijaksanaan (wisdom). Sikap bijaksana dalam pengambilan keputusan dalam upaya melakoni kehidupan, dari dahulu hingga sekarang tetap diperlukan[4].
Filsafat, selain sebagai sumber cabang ilmu yang mempertanyakan segala sesuatunya, juga mengajarkan kepada para penikmatnya untuk lebih bijaksana.Bangsa Indonesia, terkadang masih belum bijaksana dalam mempertimbangkan segala opsi pilihan yang ada.Hal ini terlihat dari wacana dalam gedung pemerintahan hingga lapangan sekolah.Bila opsi ini tidak dipertimbangkan, akhirnya open mind hilang dan muncullah demo, tawuran hingga kekerasan.
Filsafat bisa diartikan sebagai kemampuan akal budi untuk menyelidiki objek kajiannya, yaitu hakikat, sebab musabab, asal muasal dan hukumnya.Manusia adalah makhluk luar biasa yang dilimpahkan Tuhan YME sebuah akal budi, yaitu kemampuan untuk berpikir. Karena itu filsuf modern dari Prancis bernama Rene Descartes menggemborkan ,”Cogito ergo sum” yang berarti,”Aku berpikir karena itu aku ada”
Menurut penulis, ada beberapa keuntungan dalam mempelajari filsafat diantaranya adalah:
a.      Seseorang diharapkan akan lebih bijaksana dan berwawasan lebih luas
b.      Dapat mencoba menemukan jawaban dan pilihan baru dari sebuah pertanyaan atau   permasalahan
c.      Agar dapat lebih memiliki kesadaran diri, kritis dan lebih cerdas
d.      Agar dapat menganalisa lebih logis suatu permasalahan
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang bisa diamati oleh manusia saja, sesungguhnya isi alam yang dapat dinikmati hanya sebagian kecil saja. Misalnya mengamati gunung es, hanya mampu melihat yang di atas permukaan di laut saja. Sementara itu filsafat mencoba menyelami sampai kedasar gunung es itu untuk meraba sesuatu yang ada dipikiran dan renungan yang kritis.
Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu:
1). Metafisika adalah filsafat yang meninjau tentang hakekat segala sesuatu yang terdapat dialam ini. Dalam kaitannya dengan manusia, ada dua pandangan menurut Callahan (1983) yaitu :
a. Manusia pada hakekatnya adalah spritual. Yang ada adalah jiwa tau roh, yang lain adalah semu. Pendidikan berkewajiban membebaskan jwa dari ikatan semu. Pendidikan adalah untuk mengaktualisasikan diri, pandangan ini dianut oleh kaum Idealis, Scholastik, dan beberapa Realis.
b. Manusia adalah organisme materi.Pandangan ini dianut kaum Naturalis, Materialis, Eksprementalis, Pragmatis, dan beberapa Realis. Pendidikan adalah untuk hidup. Pendidikan berkewajiban membuat kehidupan menusia menjadi menyenangkan.
2). Epistemologi adalah filfat yang membahas tentang pergaulan dan kebenaran.
3). Logika adalah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan benar. Dengan memahami filsafat logika diharapkan manusia bisa berpikir dan mengemukakan penadapatnya secara tepat.
4). Etika adalah filsafat yang menguaraikan tentang perilaku manusia, Nilai dan norma masyarakat serta ajaran agama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini. Filsafat etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan pendidikan untuk mengembangan perilaku manusia, anatara lain afeksi peserta didik.
Pendidikan adalah merupakan salah satu bidang ilmu. Sama halnya dengan ilmu-ilmu yang lain, pendidikan lahir dari induknya filsafat. Sejalandengan proses perkembangan ilmu ilmu pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan dari induknya. Pada awalnya pendidikan bersama dengan filsafat sebab filsafat tidak pernah bisa membebaskan diri dengan pembentukan manusia. Filsafat diciptakan oleh manusia untuk kepentingan memahami kedudukan manusia, pengembangan manusia, dan peningkatan hidup manusia.
Hubungan antara filsafat dan pendidikan terkait dengan persoalan logika, yaitu: logika formal yang dibangun atas prinsif koherensi, dan logika dialektis dibangun atas prinsip menerima dan membolehkan kontradiksi. Hubungan interakif antara filsafat dan pendidikan berlangsung dalam lingkaran kultural dan pada akhirnya menghasilkan apa yang disebut dengan filsafat pendidikan.
Menurut Prof.Dr.Hasan Langgulung, filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai media untuk menyusun pendidikan, menyelaraskannya dan mengharmoniskannya serta menerapkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapainya[7].
Sebagai ilmu yang menjadi jawaban terhadap problema-problema dalam lapangan pendidikan, maka filsafat pendidikan dalam kegiatannya berfungsi sebagai berikut :
1.      Merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan hakikat manusia, dan isi moral pendidikan.
2.      Merumuskan teori, bentuk dan sistem pendidikan.
3.      Merumuskan hubungan antara agama, filsafat, filsafat pendidikan, teori pendidikan dan kebudayaan.
Bisa dikatakan, hasil dari filsafat kebudayaan adalah sebentuk pemikiran yang dinamakan kurikulum dan standar nasional pendidikan.Kedua bentuk tersebut adalah hasil pemikiran manusia dalam wacana filsafat pendidikan untuk memperoleh suatu bentuk sistem pendidikan yang lebih baik.
Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurangnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.
Penerapan Filsafat dalam Standar Pendidikan Indonesia
Permasalahan pendidikan di Indonesia masih banyak dan beragam yaitu kualitas pendidikan yang masih rendah dan pemerataan pendidikan yang sesuai dengan standar pendidikan nasional masih belum tercapai, sehingga ketika pemerintah melaksanakan ujian nasional maka muncul beberapa permasalahan yang tidak seimbang antara kota dan desa terutama daerah-daerah di luar pulau jawa, maka hasil UN di Indonesia tidak seimbang antara perkotaan dengan pedesaan. Hal iu disebabkan oleh belum terpenuhi standar sarana-prasana, standar proses, standar kompetensi guru dan lain-lain.
               Jadi penerapan / implementasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah penerapan filsafat ilmu dalam upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.
Berikut ini adalah analisa penulis mengenai aliran filsafat pendidikan dan penerapannya dalam standar pendidikan di Indonesia:
a.       Idealisme – belum ada , karena komponen nilai dalam pendidikan di Indonesia masih berubah-ubah dan pada beberapa titik sampai pada nilai “kasih sayang” dan bahkan “asal lulus”. Dalam standar kompetensi lulusan, terdapat standar nilai kelulusan yang harus dipenuhi, namun masih bergabung dengan nilai kelulusan pemberian sekolah yang cenderung menguntungkan siswa. Idealisme adalah ajaran yang sangat mementingkan keberadaan sekolah, dalam perkembangannya Indonesia masih “tertatih-tatih” untuk memperbaiki sarana dan prasarana serta keberadaannya di seluruh wilayah di Indonesia
b.      Realisme -  dalam realisme diajarkan bahwa dunia ini terdiri atas fisik dan ruhani. Meskipun sebagai Negara yang beragama, pola pemikiran para pendidik di Indonesia masih dalam taraf positivisme dan cenderung sekularisme.Sehingga dunia pendidikan dan dunia kerohanian tidak selalu sejalan, meskipun berusaha dikembangkan melalui lembaga pendidikan berlandaskan agama seperti Madrasah, Pesantren, pendekatan holistik dan lain sebagainya.
c.       Materialisme – inilah dasar pendidikan Indonesia. Dimana anggapan bahwa dengan uang yang baik maka pendidikan yang baik dapat terpenuhi.Para guru mengingatkan siswa bahwa dengan pendidikan yang baik dapat memperoleh pekerjaan yang baik maka dapat memenuhi materi yang baik pula.Tidak menonjolkan pribadi maupun wawasan yang baik bagi para muridnya maupun para pengajarnya.
d.      Pragmatisme -  dalam pragmatisme, perbuatan dipandang sebagai hasil dari suatu akibat. Maka, seseorang yang pandai adalah akibat dari usahanya belajar.  Dalam pragmatisme, usaha itu dianggap sebagai sesuatu yang bebas, terbuka dan mengakomodasi dengan baik. Dunia pendidikan Indonesia belum menerapkan pragmatisme karena dalam standar isi dan proses segala sesuatunya masih diatur kaku  oleh Pemerintah dan Departemen Pendidikan.
e.       Eksistensialisme – pada eksistensialisme, perkembangan dan pengalaman setiap individu dalam dunia pembelajarannya sangat didukung dan diutamakan. Pola pendidikan di Indonesia belum berpihak pada kebebasan individu untuk mempelajari apa yang ia suka, ia masih harus mengikuti perintah gurunya, silabus dan standar kurikulum. Meskipun tertera dalam standar mengenai peserta didik pasal 12 ayat 1 yaitu,”Peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya”.
f.        Progresivisme – pada aliran ini berpendapat bahwa pendidikan haruslah berpusat pada anak, bukan komponen lain seperti guru atau bidang muatan. Aliran ini juga berpendapat bahwa manusia adalah pejuang yang kuat dalam lingkungan hidupnya.Aliran filsafat ini tidak mungkin diterapkan di Indonesia karena cenderung menghindari pelajaran agama dan hal-hal keruhanian.
g.       Esensialisme – yaitu aliran yang berpendapat bahwa manusia sebaiknya kembali ke kebudayaan lama dan mengingat kembali asal usulnya. Di Indonesia aliran ini diterapkan, karena aliran filsafat ini bertujuan agar manusia bisa hidup bahagia baik di dunia maupun di akhirat.Dalam standar pendidikan, disebutkan dalam pendidikan agama pasal 2 ayat 1 agar manusia bisa mengamalkan nilai agama baik dalam kehidupan maupun dalam ilmu pengetahuannya.
h.       Perenialisme – adalah aliran yang banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh seperti Plato. Plato berpendapat bahwa manusia terdiri atas 3 komponen, yaitu nafsu, kemauan dan akal. Bila mampu mengorganisir baik 3 hal tersebut, maka pendidikannya akan berjalan dengan baik pula. Di Indonesia, pendekatan pendidikan secara holistic (pendidikan EQ,IQ dan SQ) sudah mulai “digaungkan” sejak beberapa waktu silam.
i.         Rekonstruktivisme – serupa dengan aliran perenialisme, namun aliran ini sangat mengutamakan kerja sama dari semua orang agar pendidikan dan kehidupan dapat berjalan dengan makmur dan sejahtera.
Aliran filsafat pendidikan yang dapat diaplikasikan diantaranya adalah :
a)      Idealisme : agar 8 standar pendidikan tersebut dapat dikembangkan dan bersaing di dunia global.
b)      Mengurangi paham materialisme : pendidikan yang baik tidak berarti pendidikan yang mahal.
c)      Mengacu pada eksistensialisme, dimana para peserta didik boleh bebas memilih mata pelajaran yang ia suka untuk dia kembangkan sesuai dengan minat dan bakatnya.
d)      Indonesia sudah mengadaptasi paham esensialisme dan perenialisme dari pelajaran agama dan pendekatan holistiknya.
e)      Agar 8 standar pendidikan nasional tersebut berjalan baik maka diperlukan kerja sama yang baik dalam setiap komponen pendidikan (pengajar, murid, orang tua dan lain-lain). Inilah paham rekonstruktivisme, yaitu aliran filsafat pendidikan yang paling kurang diterapkan, dirasakan dan dilakukan oleh bangsa Indonesia agar menjadi bangsa yang lebih baik, maju dan berkembang.
SEKIAN




Tidak ada komentar:

Posting Komentar