“PENERAPAN FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM 8 STANDAR
NASIONAL PENDIDIKAN INDONESIA”
Oleh : Yenni Ratna Purwati
NIM : 1103110001
Program Studi Pendidikan Biologi 2011 A
Kata filsafat berasal dari perkataan Yunani
yaitu philos (suka, cinta) dan sophia (kebijaksanaan). Jadi, kata
itu berarti cinta terhadap kebijaksanaan (wisdom). Sikap bijaksana dalam
pengambilan keputusan dalam upaya melakoni kehidupan, dari dahulu hingga
sekarang tetap diperlukan[4].
Filsafat, selain sebagai sumber cabang ilmu
yang mempertanyakan segala sesuatunya, juga mengajarkan kepada para penikmatnya
untuk lebih bijaksana.Bangsa Indonesia, terkadang masih belum bijaksana dalam
mempertimbangkan segala opsi pilihan yang ada.Hal ini terlihat dari wacana
dalam gedung pemerintahan hingga lapangan sekolah.Bila opsi ini tidak
dipertimbangkan, akhirnya open mind hilang dan muncullah demo, tawuran
hingga kekerasan.
Filsafat bisa diartikan sebagai kemampuan akal
budi untuk menyelidiki objek kajiannya, yaitu hakikat, sebab musabab, asal
muasal dan hukumnya.Manusia adalah makhluk luar biasa yang dilimpahkan Tuhan
YME sebuah akal budi, yaitu kemampuan untuk berpikir. Karena itu filsuf modern
dari Prancis bernama Rene Descartes menggemborkan ,”Cogito ergo sum”
yang berarti,”Aku berpikir karena itu aku ada”
Menurut penulis, ada beberapa keuntungan dalam
mempelajari filsafat diantaranya adalah:
a. Seseorang
diharapkan akan lebih bijaksana dan berwawasan lebih luas
b. Dapat mencoba
menemukan jawaban dan pilihan baru dari sebuah pertanyaan atau permasalahan
c. Agar
dapat lebih memiliki kesadaran diri, kritis dan lebih cerdas
d. Agar dapat
menganalisa lebih logis suatu permasalahan
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka
dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran menyeluruh yang sering
dipertentangkan dengan kebenaran ilmu yang sifatnya relatif. Karena kebenaran
ilmu hanya ditinjau dari segi yang bisa diamati oleh manusia saja, sesungguhnya
isi alam yang dapat dinikmati hanya sebagian kecil saja. Misalnya mengamati
gunung es, hanya mampu melihat yang di atas permukaan di laut saja. Sementara
itu filsafat mencoba menyelami sampai kedasar gunung es itu untuk meraba
sesuatu yang ada dipikiran dan renungan yang kritis.
Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu:
1). Metafisika adalah filsafat yang meninjau tentang hakekat segala sesuatu
yang terdapat dialam ini. Dalam kaitannya dengan manusia, ada dua pandangan
menurut Callahan (1983) yaitu :
a. Manusia pada hakekatnya adalah spritual. Yang ada adalah jiwa tau roh,
yang lain adalah semu. Pendidikan berkewajiban membebaskan jwa dari ikatan
semu. Pendidikan adalah untuk mengaktualisasikan diri, pandangan ini dianut
oleh kaum Idealis, Scholastik, dan beberapa Realis.
b. Manusia adalah organisme materi.Pandangan ini dianut kaum Naturalis,
Materialis, Eksprementalis, Pragmatis, dan beberapa Realis. Pendidikan adalah
untuk hidup. Pendidikan berkewajiban membuat kehidupan menusia menjadi
menyenangkan.
2). Epistemologi adalah filfat yang membahas tentang pergaulan dan
kebenaran.
3). Logika adalah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir
dengan benar. Dengan memahami filsafat logika diharapkan manusia bisa berpikir
dan mengemukakan penadapatnya secara tepat.
4). Etika adalah filsafat yang menguaraikan tentang perilaku manusia, Nilai
dan norma masyarakat serta ajaran agama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat
ini. Filsafat etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan
pendidikan untuk mengembangan perilaku manusia, anatara lain afeksi peserta
didik.
Pendidikan adalah merupakan salah satu bidang ilmu. Sama halnya dengan
ilmu-ilmu yang lain, pendidikan lahir dari induknya filsafat. Sejalandengan
proses perkembangan ilmu ilmu pendidikan juga lepas secara perlahan-lahan dari
induknya. Pada awalnya pendidikan bersama dengan filsafat sebab filsafat tidak
pernah bisa membebaskan diri dengan pembentukan manusia. Filsafat diciptakan
oleh manusia untuk kepentingan memahami kedudukan manusia, pengembangan
manusia, dan peningkatan hidup manusia.
Hubungan antara filsafat dan pendidikan terkait dengan persoalan logika,
yaitu: logika formal yang dibangun atas prinsif koherensi, dan logika dialektis
dibangun atas prinsip menerima dan membolehkan kontradiksi. Hubungan interakif
antara filsafat dan pendidikan berlangsung dalam lingkaran kultural dan pada
akhirnya menghasilkan apa yang disebut dengan filsafat pendidikan.
Menurut
Prof.Dr.Hasan Langgulung, filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran
teratur yang menjadikan filsafat sebagai media untuk menyusun pendidikan,
menyelaraskannya dan mengharmoniskannya serta menerapkan nilai-nilai dan tujuan
yang ingin dicapainya[7].
Sebagai ilmu
yang menjadi jawaban terhadap problema-problema dalam lapangan pendidikan, maka
filsafat pendidikan dalam kegiatannya berfungsi sebagai berikut :
1. Merumuskan
dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan hakikat
manusia, dan isi moral pendidikan.
2. Merumuskan teori,
bentuk dan sistem pendidikan.
3. Merumuskan
hubungan antara agama, filsafat, filsafat pendidikan, teori pendidikan dan
kebudayaan.
Bisa dikatakan, hasil dari filsafat kebudayaan
adalah sebentuk pemikiran yang dinamakan kurikulum dan standar nasional
pendidikan.Kedua bentuk tersebut adalah hasil pemikiran manusia dalam wacana
filsafat pendidikan untuk memperoleh suatu bentuk sistem pendidikan yang lebih
baik.
Dalam filsafat terdapat berbagai
mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme,
dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat,
sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun
kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurangnya sebanyak aliran filsafat
itu sendiri.
Penerapan Filsafat dalam Standar Pendidikan
Indonesia
Permasalahan pendidikan di Indonesia masih
banyak dan beragam yaitu kualitas pendidikan yang masih rendah dan pemerataan
pendidikan yang sesuai dengan standar pendidikan nasional masih belum tercapai,
sehingga ketika pemerintah melaksanakan ujian nasional maka muncul beberapa
permasalahan yang tidak seimbang antara kota dan desa terutama daerah-daerah di
luar pulau jawa, maka hasil UN di Indonesia tidak seimbang antara perkotaan
dengan pedesaan. Hal iu disebabkan oleh belum terpenuhi standar sarana-prasana,
standar proses, standar kompetensi guru dan lain-lain.
Jadi penerapan / implementasi
filsafat ilmu dalam pendidikan adalah penerapan filsafat ilmu dalam upaya
mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik
potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat
berfungsi dalam perjalanan hidupnya.
Berikut ini
adalah analisa penulis mengenai aliran filsafat pendidikan dan penerapannya
dalam standar pendidikan di Indonesia:
a.
Idealisme – belum ada , karena komponen nilai dalam pendidikan di Indonesia
masih berubah-ubah dan pada beberapa titik sampai pada nilai “kasih sayang” dan
bahkan “asal lulus”. Dalam standar kompetensi lulusan, terdapat standar nilai
kelulusan yang harus dipenuhi, namun masih bergabung dengan nilai kelulusan
pemberian sekolah yang cenderung menguntungkan siswa. Idealisme adalah ajaran
yang sangat mementingkan keberadaan sekolah, dalam perkembangannya Indonesia
masih “tertatih-tatih” untuk memperbaiki sarana dan prasarana serta keberadaannya
di seluruh wilayah di Indonesia
b. Realisme
- dalam realisme diajarkan bahwa dunia ini terdiri atas fisik dan ruhani.
Meskipun sebagai Negara yang beragama, pola pemikiran para pendidik di
Indonesia masih dalam taraf positivisme dan cenderung sekularisme.Sehingga
dunia pendidikan dan dunia kerohanian tidak selalu sejalan, meskipun berusaha
dikembangkan melalui lembaga pendidikan berlandaskan agama seperti Madrasah,
Pesantren, pendekatan holistik dan lain sebagainya.
c.
Materialisme – inilah dasar pendidikan Indonesia. Dimana anggapan bahwa dengan
uang yang baik maka pendidikan yang baik dapat terpenuhi.Para guru mengingatkan
siswa bahwa dengan pendidikan yang baik dapat memperoleh pekerjaan yang baik
maka dapat memenuhi materi yang baik pula.Tidak menonjolkan pribadi maupun
wawasan yang baik bagi para muridnya maupun para pengajarnya.
d. Pragmatisme
- dalam pragmatisme, perbuatan dipandang sebagai hasil dari suatu akibat.
Maka, seseorang yang pandai adalah akibat dari usahanya belajar. Dalam
pragmatisme, usaha itu dianggap sebagai sesuatu yang bebas, terbuka dan
mengakomodasi dengan baik. Dunia pendidikan Indonesia belum menerapkan
pragmatisme karena dalam standar isi dan proses segala sesuatunya masih diatur
kaku oleh Pemerintah dan Departemen Pendidikan.
e.
Eksistensialisme – pada eksistensialisme, perkembangan dan pengalaman setiap
individu dalam dunia pembelajarannya sangat didukung dan diutamakan. Pola
pendidikan di Indonesia belum berpihak pada kebebasan individu untuk mempelajari
apa yang ia suka, ia masih harus mengikuti perintah gurunya, silabus dan
standar kurikulum. Meskipun tertera dalam standar mengenai peserta didik pasal
12 ayat 1 yaitu,”Peserta didik berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
dengan bakat, minat dan kemampuannya”.
f.
Progresivisme – pada aliran ini berpendapat bahwa pendidikan haruslah berpusat
pada anak, bukan komponen lain seperti guru atau bidang muatan. Aliran ini juga
berpendapat bahwa manusia adalah pejuang yang kuat dalam lingkungan
hidupnya.Aliran filsafat ini tidak mungkin diterapkan di Indonesia karena
cenderung menghindari pelajaran agama dan hal-hal keruhanian.
g.
Esensialisme – yaitu aliran yang berpendapat bahwa manusia sebaiknya kembali ke
kebudayaan lama dan mengingat kembali asal usulnya. Di Indonesia aliran ini
diterapkan, karena aliran filsafat ini bertujuan agar manusia bisa hidup
bahagia baik di dunia maupun di akhirat.Dalam standar pendidikan, disebutkan
dalam pendidikan agama pasal 2 ayat 1 agar manusia bisa mengamalkan nilai agama
baik dalam kehidupan maupun dalam ilmu pengetahuannya.
h.
Perenialisme – adalah aliran yang banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh seperti
Plato. Plato berpendapat bahwa manusia terdiri atas 3 komponen, yaitu nafsu,
kemauan dan akal. Bila mampu mengorganisir baik 3 hal tersebut, maka
pendidikannya akan berjalan dengan baik pula. Di Indonesia, pendekatan
pendidikan secara holistic (pendidikan EQ,IQ dan SQ) sudah mulai “digaungkan”
sejak beberapa waktu silam.
i.
Rekonstruktivisme – serupa dengan aliran perenialisme, namun aliran ini sangat
mengutamakan kerja sama dari semua orang agar pendidikan dan kehidupan dapat
berjalan dengan makmur dan sejahtera.
Aliran filsafat pendidikan yang dapat
diaplikasikan diantaranya adalah :
a) Idealisme :
agar 8 standar pendidikan tersebut dapat dikembangkan dan bersaing di dunia
global.
b) Mengurangi
paham materialisme : pendidikan yang baik tidak berarti pendidikan yang mahal.
c) Mengacu pada
eksistensialisme, dimana para peserta didik boleh bebas memilih mata pelajaran
yang ia suka untuk dia kembangkan sesuai dengan minat dan bakatnya.
d) Indonesia
sudah mengadaptasi paham esensialisme dan perenialisme dari pelajaran agama dan
pendekatan holistiknya.
e) Agar 8 standar
pendidikan nasional tersebut berjalan baik maka diperlukan kerja sama yang baik
dalam setiap komponen pendidikan (pengajar, murid, orang tua dan lain-lain).
Inilah paham rekonstruktivisme, yaitu aliran filsafat pendidikan yang paling
kurang diterapkan, dirasakan dan dilakukan oleh bangsa Indonesia agar menjadi
bangsa yang lebih baik, maju dan berkembang.
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar